Dalam poses
identifikasi suatu senyawa khususnya
senyawa flavonoid di lakukan proses penentuan struktur dari senyawa yang
dihasilkan dari proses identifikasi baik dengan metode isolasi, ekstraksi,
maserasi, dan sebagainya. Proses isolasi dengan menggunakan metoda atau proses
standar tidak semua senyawa akandiperoleh secara utuh seperti yang terdapat
dalam tumbuhan tersebut. Sebagian senyawa ada yang terlarut dan terpecah selama
proses isolasi tersebut dan hasilnya
terdapat pemutusan ikatan glikosida
membentuk aglikon dan gula dengan adanya air. Beberapa metoda standar
identifikasi dan elusidasi struktur yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa
kimia termasuk derivat-derivatnya antara lain: metoda spektroskopi (UV, IR,
NMR, massa) dan metoda kromatografi (KLT, kromatografi gas, kolom, dan cair)
Sinyal yang
dihasilkan dari IR adalah sinyal IR yang diserap oleh molekul untuk melakukan
gerak vibrasi. Dengan menggunakan IR dapat diketahui gugus fungsi yang terdapat
didalam senyawa organik. senyawa flavonoid, memiliki banyak gugus fungsi,
yaitu:
- Ikatan rangkap karbon – karbon C=C : mempunyai penyerapan cahaya pada daerah serapan 1500 – 1600 cm-1 dengan intensitas serapan sedang dan tajam.
- Ikatan rangkap karbon – oksigen C=O : merupakan salah satu penyerapan yang sangat berguna, yang bisa ditemukan pada daerah sekitar 1705 – 1725 cm-1 dengan intensitas serapan kuat dan tajam.
- Ikatan tunggal karbon – oksigen C–O : mempunyai penyerapan dalam ‘daerah sidik jari’, yang yang bisa ditemukan pada daerah sekitar antara 1000 – 1300cm-1,dengan intensitas serapan lemah dan melebar.
- Ikatan tunggal karbon – hidrogen C – H : mempunyai penyerapan cahaya yang terjadi pada daerah serapan 3050-3150 cm-1, dengan intensitas serapan lemah dan tajam akibat rentangan C – H aromatik.
- Ikatan tunggal oksigen – hidrogen O – H : menyerap sinar yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi lingkungannya. Ikatan O – H ini akan sangat mudah dikenali dalam sebuah asam karena akan menghasilkan intensitas serapan lebar atau lembah yang sangat luas pada daerah sekitar 3200-3500 cm-1.
Sedangkan
NMR digunakan untuk menentukan kerangka dasar dari suatu senyawa organik. NMR
yang sering digunakan adalah H-NMR, dimana posisi atom Hidrogen pada rantai
karbon menentukan pergeseran kimia. Semakin polar ikatan pada hidrogen, semakin
besar pergeseran kimianya. Oleh karena itu, bagi senyawa flavonoid yang
mengandung gugus hidroksil akan memiliki puncak pada daerah yang jauh.
Contohnya pada senyawa flavonoid, misalnya pada senyawa quercetin, dari
spektorkopi NMR diketahui bahwa senyawa tersebut mengandung 15 atom C dengan
rumus C15H10O7. Selanjutnya dari spketrum IR:
Dari spektrum tersebut, diketahui bahwa senyawa mengandung gugus hidroksil,
C-H alifatik, C=C serta dua buah H yang bertetangga dalam cincin aromatik dari daerah
serapan yang ditunjukkan.
Contoh
spectrum Inframerah pada antosianin
Contoh
lain:
a.Apegenin
Apigenin merupakan senyawa flavonoid yang
termasuk ke dalam golongan flavon. Secara kimia apigenin didefinisikan sebagai
senyawa 4 5,7- ,׳ trihidroksiflavon. Secara umum apigenin memiliki aktivitas
anti inflamasi dan merupakan senyawa yang dapat digunakan sebagai obat
penyakit hati serta sebagai antispamodik.
Struktur
Apegenin
Spectrum IR
Apigenin
Spektrum NMR
Apigenin
b.Genestein
Genistein adalah sebuah isoflavonoid dari produk
kedelai yang memiliki sifat antitumor. Genistein dibentuk dari biochanin A dan
dimetabolisme menjadi p-etilfenol esterogen inaktif.
Struktur Genistein
Spectrum IR
Genistein
Spectrum NMR
Genistein
Permasalahan
:
NMR
digunakan untuk menentukan kerangka dasar dari suatu senyawa organik. NMR yang
sering digunakan adalah H-NMR, dimana posisi atom Hidrogen pada rantai karbon
menentukan pergeseran kimia. Semakin polar ikatan pada hidrogen, semakin besar
pergeseran kimianya. Oleh karena itu, bagi senyawa flavonoid yang mengandung
gugus hidroksil akan memiliki puncak pada daerah yang jauh.
Dari penjelasan
di atas yang ingin saya tanyakan bagaimana keadaan posisi atom hidrogen dan
pergeserannya pada senyawa non polar ? tolong jelaskan ! terima kasih.
baiklah saya akan menjawab bagaimana keadaan posisi atom hidrogen pada senyawa non polar. menurut literatur yang saya baca bahwa Air dan etanol termasuk pelarut polar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar sedangkan heksana termasuk pelarut nonpolar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, sesuai prinsip “Like Dissolve Like“.
BalasHapusPenggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa.
Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil.
Pada umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar dari keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun.
Akibatnya transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi yang lebih kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian pelarut heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang lebih besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.
Untuk membantu memahami bagaimana suatu pelarut polar dapat menstabilkan suatu keadaan tereksitasi, dapat diambil contoh di sini adalah transisi π→π* dalam alkena. Pernyataan spesies pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dengan konsep sederhana melalui struktur resonansinya sehingga membentuk spesies dipolar (lihat Gambar). Kondisi struktur sebenarnya pada Gambar bukan sebagai keadaan tereksitasi tetapi memberikan kontribusi untuk suatu struktur keadaan tereksitasi.
Struktur resonansi keadaan dasar dan eksitasi
Gambar Struktur resonansi keadaan dasar dan eksitasi untuk alkena
Transisi n→π*, pada keton menunjukan pengaruh yang berlawanan. Molekul-molekul pelarut yang mampu mengadakan ikatan hidrogen berinteraksi lebih kuat dengan molekul pada keadaan dasar daripada dengan molekul pada keadaan tereksitasi.
Transisi n→π* molekul keton dalam pelarut air atau etanol (dalam pelarut polar) terjadi geseran biru (geseran hipsokromat) atau transisi dalan kedua pelarut polar tersebut memerlukan energi yang lebih besar (panjang gelombang lebih kecil) daripada transisi n→π* molekul keton dalam pelarut heksana.
Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara molekul air atau etanol dengan molekul keton pada keadaan dasar. Akibatnya transisi n→π* molekul keton dalam pelarut air atau etanol memerlukan energi yang lebih besar (lmaks yang lebih kecil).
Menurut saya, untuk penentuan posisi atom H pada struktur flavonoid melalui Spektrum RMI – 1H terlihat terutama di daerah 0 – 10 ppm medan bawah dari sinyal acuan tetrametilsilan (yang berdasarkan perjanjian ditetapkan pada 0 ppm). Hanya proton yang menghasilkan sinyal (beresonansi) di daerah ini dan proton yang secara kimia sama memberikan sinyal yang sama. Ukuran sinyal (integrasi) berbanding lurus dengan jumlah proton yang menghasilkan sinyal.
BalasHapusSedangkan untuk pergeseran senyawa flavonoid non Polar sama saja, karena telah memiliki ketentuannya masing- masing. Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa.
sedangkan untuk bentuk pergeserannya saya tidak mengetahuinya secara pasti.