Terpenoid
adalah senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang
diturunkan dari unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model
kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena
diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic
acid : MVA). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut (Anonim, 2006).
Senyawa ini memiliki gugus hidroksi pada atom C21 dengan titik lelehnya
265_-266_C, dan dari berat molekul 440, rumus molekul yang diduga adalah C30H48O2.
Berdasarkan
klasifikasi terpenoid, sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang
jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan kimia selanjutnya menunjukkan
bahwa sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua
atau lebih unit C-5 ini dinamakan karena kerangka karbonnya sama seperti
isopren.
Penyelidikan
yang lebih seksama lagi mengenai struktur molekul terpenoid telah mengungkapkan
bagaimana unit-unit isoprene tersebut saling berkaitan secara teratur, dimana
“kepala” dari unit yang satu berkaitan dengan “ekor” dari unit lain. Cara
penggabungan “kepala ke ekor” dari unit-unit isoprene dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Pada
gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kaidah ini merupakan cirri khas dari
sebagian besar terpenoid sehingga dapat digunakan sebagai hipotesa dalam
menentukan struktur terpenoid. Tetapi pada beberapa monoterpen tidak mengikuti
kaidah isoprene.
Sebagian
besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih
unit C-5 yang disebut isopren. Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit
isopren atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut.
Sebagian
besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih
unit C-5 yang disebut isopren. Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit
isopren atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut. Senyawa umum biosintesa
terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan
isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan
senyawa dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester- dan
poli-terpenoid.
3. Pengabungan
ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan terpenoid atau steroid.
Senyawa terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Asam
asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen
menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil
koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang
sebagaimana ditemukan pada asam mevanolat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah
fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang
selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit
isopren aktif bergabung secara kepada ke-ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini
merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan
terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan
rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti
oleh penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat
(GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.
Penggabungan
selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang sama seperti
antara IPP dan DMAPP, menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan
senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen
diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi
antara atau satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama pula.
Bila
reaksi organik biosintesa terpenoid ditelaah lebih mendalam, ternyata bahwa
sintesa terpenoid oleh organisme adalah sangat sederhana sifatnya. Ditinjau
dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis
reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP
untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan
beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah
hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat
berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti
isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.
Nama
|
Rumus
|
Sumber
|
Monoterpen
|
C10H16
|
Minyak Atsiri
|
Seskuiterpen
|
C15H24
|
Minyak Atsiri
|
Diterpen
|
C20H32
|
Resin Pinus
|
Triterpen
|
C30H48
|
Saponin, Damar
|
Tetraterpen
|
C40H64
|
Pigmen, Karoten
|
Politerpen
|
(C5H8)n
n 8
|
Karet Alam
|
Penentuan
Sruktur Senyawa
- Analisis
Spektrum IR
Pada fraksi C2-1, spectrum
IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang
gelombang 3423,4 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada
bilangan gelombang 2933,5 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ;
C=C pada bilangan gelombang 1627,9 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada
bilangan gelombang 1449,4 cm-1. Bilangan gelombang tersebut
menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C2-1 merupakan senyawa
alifatik.
Pada fraksi C11-2, spectrum
IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan
gelombang 3433,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada
bilangan gelombang 2922,0 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ;
C=C pada bilangan gelombang 1627,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada
bilangan gelombang 1382,9 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang
1041,5 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa
pada fraksi C11-2 merupakan senyawa alifatik dan tidak terglukasi karena tidak
menunjukkan adanya pelebaran puncak OH yang menandakan senyawa yang terglukasi.
Dari hasil pengukuran IR
pada kedua fraksi, dapat diduga kedua fraksi terdapat senyawa yang sama,
berdasarkan spectrum pada kedua senyawa terdapat gugus-gugus yang sama dengan
hal ini menunjukkan kedua fraksi memiliki pola kromatogram yang mirip.
- Analisis
spectrum NMR 1H
Analisis spectrum NMR 1H
terhadap fraksi C11-2 dan C2-1 dilakukan untuk mengetahui gambaran
berbagai jenis atom hydrogen dalam molekul. Spectrum NMR 1H
senyawa dari fraksi C2-1 dan C11-2 memperlihatkan pada geseran 0,51-2,27 ppm
merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan karbon sp3. Pada
geseran sekitar 3,34 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C
heteroatom atau lebih spesifik dengan C metoksil (C-O). dan pada geseran
4,63-5,15 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C ikatan rangkap.
Dari spectrum ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang berhasil di isolasi
merupakan senyawa alifatik dengan ikatan rangkap, memilki ikatan heteroatom,
dan tidak memilkii gugus karbonil.
- Analisis
Spektrum NMR 13C
Analisis spectrum NMR 13C
dimaksudkan untuk menentukan kerangka karbon yang dimilki oleh senyawa. Pada
spectrum ini dapat diketahui jumlah karbon dan jenis karbonnya (metal, metilen,
metin, atau karbon quartener).
Spectrum NMR 13C
Decopling
Spectrum ini menunjukkan
seluruh karbon yang terdapat di senyawa dengan menghilangkan pengaruh atom
tetangga (decopling) akan tetapi pada spectrum ini tidak ada pembeda untuk
jenis karbonnya. Pada pengukuran NMR 13C terlihat geseran
spectrum dimulai dari geseran 11,8-147,70. Perhitungan jumlah karbon
berdasarkan analisis spekrum ini didapat jumlah karbon senyawa pada fraksi C2-1
adalah 30.
Permasalahan :
Pada fraksi C2-1, spectrum
IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang
gelombang 3423,4 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada
bilangan gelombang 2933,5 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ;
C=C pada bilangan gelombang 1627,9 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada
bilangan gelombang 1449,4 cm-1. Bilangan gelombang tersebut
menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C2-1 merupakan senyawa
alifatik.
Pada fraksi C11-2, spectrum
IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan
gelombang 3433,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada
bilangan gelombang 2922,0 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ;
C=C pada bilangan gelombang 1627,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada
bilangan gelombang 1382,9 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang
1041,5 cm-1.
Dari penjelasan di atas
yang ingin saya tanyakan adalah, apakah fraksi mempengaruhi panjang gelombang
pada pita serapan ? tolong jelaskan menurut pendapat anda !
Saya akan mencoba untuk menanggapi permasalahan Anda,
BalasHapusberdasarkan pengetahuan saya yang didukung oleh literatur yang saya baca, fraksi-fraksi dalam isolasi yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa bahan alam itu merupakan hasil dari salah satu metode dalam isolasi senyawa bahan alam yaitu metode fraksinasi. "Dalam isolasi senyawa bahan alam, dilakukan beberapa metode yang terdiri dari ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan identifikasi serta karakterisasi". Nah, adanya fraksi-fraksi seperti C11-2, C2-1, ini merupakan hasil fraksinasi yang akan ditentukan strukturnya.
Jadi, menurut saya tidak ada pengaruh fraksi terhadap panjang gelombang pada pita serapan. Justru senyawa-senyawa yang larut dalam fraksi-fraksi yang berbeda itu yang memberikan panjang gelombang yg berbeda. Dari panjang gelombang yang dihasilkan itulah dapat diketahui struktur dari senyawa-senyawa tersebut.
Terimakasih...
saya akan mencoba menanggapi pertanyaan anda
BalasHapusmenurut literatur yang saya baca Hubungan antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang menyerap mula-mula dirumuskan oleh Bougner (1729) meskipun kadang-kadang dikaitkan kepada Lambert (1768). Jika suatu berkas radiasi monokromatik (radiasi dengan panjang gelombang tunggal) diarahkan menembus medium itu, ternyata setiap lapisan menyerap fraksi yang sama besar. Misalnya bila lapisan pertama fraksi yang separuh radiasi yang memasuki lapisan tersebut, maka lapisan kedua akan menyerap separuh dari radiasi yang memasuki lapisan keluar dari lapisan kedua ini akan menjadi seperempat dari daya aslinya, dan lapisan ketiga seperdelapan dan seterusnya.
Jadi yang mempengaruhi panjang serapan itu bukanlah fraksi tetapi perubahan pelarut dan spectrum absopsinya .
terima kasih